Sunday, February 6, 2011

Siapa Uwais Al Qarni?

Gambar hiasan sahaja

Bagi Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khatthab, pesan Rasulullah saw. itu menimbulkan teka-teki dan rasa ingin tahu. Siapakah sebenarnya Uwais Al-Qarni yang disebut sebagai penghuni langit itu?

“Jangan lalai kalau kalian berjumpa dengan dia, mintalah dia berdoa dan minta keampunan untukmu sebab ia bukan penduduk bumi. Ia salah seorang penghuni langit.” Demikian wasiat Rasulullah. “Perhatikanlah tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Mengapa sekeras itu beliau berpesan? Kemuliaan apa yang dimiliki Uwais Al-Qarni?

Kejadiannya bermula ketika mereka berdua bersama para sahabat lainnya baru kembali dari medan perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah. Begitu tiba di rumah, Rasulullah segera mendatangi istrinya, Aisyah, dan bertanya, “Apakah ada seseorang dari Yaman yang mencari aku?”

“Betul,” jawab Aisyah. “Ia sengaja berangkat dari Yaman ingin menemuimu. Karena engkau tidak ada dan ia telah berjanji tak kan meninggalkan ibunya terlalu lama, maka buru-buru ia pulang ke Yaman walaupun sudah saya katakan sebentar lagi. Rasulullah akan tiba.”

Ali dan Umar saling berpandangan.Jarak dari Yaman ke Madinah terbentang lebih dari 400 km. Ia telah datang begitu susah payah. Namun, demi menunaikan janji kepada ibunya ia lebih suka tidak bertemu dengan Nabi daripada membuat ibunya tidak senang hati. Masya Alloh, alangkah agungnya kebaktian Uwais Al-Qarni kepada ibunya.

“Karena pengabdiannya yang begitu tulus kepada ibunya, maka Uwais Al-Qarni diangkat menjadi penghuni langit,” demikianlah sabda Rasulullah saw., menyebabkan para sahabat termenung menyadari peruntungan masing-masing.

Boleh jadi buat orang lain pesan itu terlupakan. Namun, bagi Umar bin Khatthab, sebelum kesampian hasratnya hendak menemui Uwais Al-Qarni, rasanya hidup ini menunggak hutang yang belum dibayar. Karena itu, sesudah melalui tahun demi tahun, Rasulullah pun telah wafat, khalifah pertama, Abu Bakar As-Shiddiq, juga telah mangkat, dan kini ia menduduki singgasana kepemimpinan, Umar bin Khatthab masih terus mencari-mencari kesempatan agar dapat menjumpai Uwais Al-Qarni.

Berdua dengan Ali bin Abi Thalib, tiap kali ada kafilah dari Yaman, mereka selalu menanyakan apakah ada Uwais Al-Qarni terdapat di antara rombongannya. Begitu sering mereka menanyakan Uwais Al-Qarni kepada kafilah yang lalu lalang antara Yaman dan Hijaz, sampai orang Yaman sangat keheranan. Uwais Al-Qarni hanyalah seorang fakir penggembala ternah. Ia tidak mempunyai keistimewaan apa-apa. Tetapi, mengapa khalifah selalu menanyakan tentang dia?

Akhirnya keinginan Umar bin Khatthab dan Ali bin Abi Thalib baru terpenuhi sesudah mendapat kabar kedatangan kafilah dari Yaman yang singgah di Madinah dalam perjalanan menuju ke Syam.

Kepada kafilah Umar bertanya, “Adakah di antara anak buah Saudara seorang bijak bernama Uwais Al-Qarni?”

Orang itu menjawab, “Memang nama itu terdapat dalam rombongan kami. Tetapi ia bukan orang bijak. Ia hanya pelayan paling bawah yang bertugas menjaga unta-unta kami.”

Tanpa berpanjang kalam lagi, Umar dan Ali pergi ketempat yang ditunjukkan pemimpinan kafilah tadi. Tiba di kemah orang yang dicari-carinya itu, Umar mengucapkan salam. Tidak ada jawaban dari dalam karena Uwais sedang mengerjakan shalat sunnah.

Sesudah selesai barulah Uwais keluar dari kemahnya dan mengulurkan tangan. Dengan serta merta disambut hangat oleh kedua sahabat tersebut. Oleh Umar tangan Uwais dibalikkan untuk dapat melihat telapak tangannya. Ternyata yang diceritakan Rasulullah tidak keliru. Terdapat sebuah tanda putih di telapak tangan Uwais. Dan begitu tanda putih tersebut terlihat nyata, mendadak wajah Uwais bersinar gemerlapan. Umar pun bertanya untuk menegaskan rasa ingin tahunya, “Siapakah Saudara?”





“Saya? Ah, saya ini Abdullah,” jawab Uwais.
Umar dan Ali tersenyum, “Kami pun Abdullah, hamba Allah. Maksud kami, siapakah nama Saudara?”

“Nama saya Uwais Al-Qarni”.

Sesudah jelas betul, mereka kemudian memohon Uwais untuk mendoakan agar mereka memperoleh keberkahan dan ampunan dari Allah swt. Uwais bersedia mengabulkan asalkan sejak hari itu Umar dan Ali tidak memberitakan kepada yang lain-lain siapa dia sebenarnya. Umar dan Ali menggangguk sembari hati mereka terharu setelah mendengar kabar bahwa ibu Uwais, yang karena kebaktiannya amat tulus kepada ibu itu Uwais mencapai derajat mulia di sisi Allah, sudah meninggal dunia. Itulah sebabnya kini Uwais Al-Qarni bisa bekerja pada rombongan kafilah. Sebelum itu ia tidak pernah dapat keluar dari rumahnya kecuali untuk menggembala ternah, lantaran hidupnya dicurahkan seluruhnya untuk menyantuni sang ibu yang sudah uzur itu. 

Wallahua'llam.

0 komen:

Dah baca sila bagi sepatah kata..

◄ Newer Post Older Post ►